MUTIARA PENAWAR RINDU
Kamis, 09 April 2020
Rabu, 06 Februari 2013
DETIK KERINDUAN
MUTIARA PENAWAR RINDU
cttn_September
2009_ Bypras
Disiini.,
Tiadakah kau dengar, manis
Akan suara, suara malam yang penuh
rona keindahan
Dendang sapa cengkerik, burung malam
dan belalang.
Yang berkelana di padang ilalang.
Ketika kau terlelap dalamm buaian
mimpi.
Keheningan penuh makna
Mngisi dada tengadah khusyuk,
Dalam doa penuh harapan
Penuh kepasrahan..
Penuh ketulusan.
Manis..
Mgkin engkau tak menikmati
Akan bintang gemintang yang saling
brcanda
Dalam kerlipannya.
Bintang yang beralih yang jarang kau
sua.
Dan disana…
Bulan sendirian cumbui cakrawala
Rindu.
Bersama desau angin semilir yang
lembut,
Menatap.
Sepi….
Merangkak mengalir ke nadi kehidupan
Yang mendamba kedamaian
Manis
Hanya sesekali sepi ini.
Oleh deru yang melanglah dalam dada
Mencapai tujuannya yang entah kemana
Lalu…
Kembali hening, damai dan agung
Syukurmu pada-Mu, ya Robb..
Hati ini betapa damai
Andai hati mencari kedamaian
Hidup ini sangatlah indah
Apabila hati mencintai keindahan
Hati ini tentrammm..
Indah sekali..
Indah sekali..
Indah sekali..
Damai.
GUMULAN HARAPAN
MUTIARA PENAWAR RINDU
Dari mana
memulai, kata-kata manis pengantar mimpi..
Atau
romantismu di pucuk cerita ?
Cintamu
tidak menyandra kejujuran
Cintamu
bagai arang berabu di dingin perapian.
Tiada
membara ketika di terbangkan angin
Timbul
perasaan
Terus
melayang di tangkap awan sayu
Trcabik
menjadi hitam ranting
Hanyut di
makan masa.
---------------------------
-----
sekedarrrrr.. “meraba2 aja” mgkn, meraba catatan tahun 2009 saat lebaran.
MUTIARA PENAWAR RINDU
Kenangan masa lalu masih tersimpan
dalam sebuah cttn kecil, catatan itu begitu tak beraturan seperti putaran roda
gila dalam sebuah garden kendaraan. Mata ini sprit peduli menatap dalam sinar
temaram bohlam lampu yang kekuningan pada permukaan lembaran catatan yg sedikit
usang oleh zaman. Namun aku merasa catatan itu masih begitu terang, ketika
anganku masuk kedalam ingatan itu. Mski catatan itu tak lagi utuh, terkoyak dan
lapuk. Kelapukan itulah yg selama ini terus menggerogoti jiwaku, ingin rasanya
memulihkan kembali jiwa yang sudah rusak separuh oleh masa lalu.
Pikiran ini begitu dalam menancapkan
kenangan yang membayangi sukma, waktu itu kau berucap “ngapain mas kesini ?”
aku ingin kau kembali, tapi kau tdk sudi kita brsama lagi. Bukankah ini salah
kita bersama ? sinar mataku nanar padam, ibarat siang bagai malam yang kelam.
Hambar terasa menampar perasaanku, “ hidup memang harus memilih”. Sketika
terucap saat brbgai macam fregmentase kata yang memusat dalam benakku, yang
bgtu saja keluar dari mulutku yg bersimbah noda bagai air bekas cucian yang
memenuhi lidahku.
“rindu lengkung bawah lengkung alis
mata, tempat kau menambatkan cinta”, begitu terngiang dalam daun telinga yg
selama ini jauh dari nada-nada manja. “terulang”, ingin ku trbang ke masa silam
dalam kerlingan bunga-bunga malam yang memanja dia tas genting kaca.
Kerlipannya bgtu menggoda, kesetiaannya kepada sang malam sungguh terjaga,
namun kini “kau punah setia” ketika rindumu pudar dalam lena. Sehingga kau
membuat garis pemisah yang terbentang sangat dalam dan mengekangku. Sehingga
tak mudah aku menggapai dirimu.
Kini ruang tamu serasa asing, jauh dari
masa silam. Sedangkan kedatanganku adalah dalam prjalanan waktu panjang
berbekal canda dan tawa darimu, kau titipkan rindumu untuk aku masuk kedalam
ruang tamu ini lagi. Utk menengok jejak senyummu tatkala kau memikirkanku,
melihat tangismu saat kerinduanmu kau alamatkan padaku. “dan rindumu pun telah
sampai” dan aku sengaja tuk membalasnya, namun kini “mesti kemana rindu ini aku
alamatkan ?” dalam tarikan napas lepas tanyaku.
Bgtu sakit sukma ini sakit, “knpa kau
ini dik ?” lelah batinku brtanya dengan mulut tak lagi mampu bersuara, kau
hanya sendiri mengisak tangis yang aku tak mengerti. Tak kuasa duka luka batin
yang merobek pikir lalu berkelebat ke
sanubari yang terdalam. “kenapa begini akhirnya”..
kau yang beraut wajah mendung merunduk,
tidak ada yang perlu di maafkan sktika terucap
dalam bibi mungilmu.” dulu.. aku begitu di gelayuti ke kalutan, banyak
jemari-jemari kehidupan yang memetik permasalahan, tangan-tangan keadaan yang
memaksaku untuk melupakanmu”. “Aku aku butuh kasih sayang mas,,” di bekasi aku
hidup sendiri. Ikatan suci itu sprtinya terlalu berat bagiku.. kau terlalu baik
untukku mas. Mungkin ini yang terbaik, terlalu mahal kebaikanmu selama ini. Aku
akui, aku dulu yang berlutut di hadapanmu. Kau yang mengulurkan tanganmu,
kemudian mengajakku utk menghapus air mata yg mengaliri kehidupanku, keluargaku.
Begitu harum bisikanmu, begitu bening apa yang kau tegukkan dalam jiwaku, aku
merasa sbg gadis yg bgtu beruntung krn telah memilikimu…
waktu syawal terbuang dalam perasaan
yang suram, kejanggalan sikap dan ucapan trlihat memainkan pandangan. Ia pun
berlari kedalam kmdian tertelan mulut kamar bersama sayup-sayup sauara
bisik-bisik kadang hilang dan tenggelam. Senyap tiada bisik angin, tiada decak
cicak, tiada trdengar suara pintu kamar terbuka, hanya suara degup jantung yang
merusak heningnya malam. Di ambang pintu kamar seseorang berhenti memegang
korden batas pemisah ruang, “sing sabar nak..” badannya yg gemetar dan susah
aku gambarkan. Tanganku langsung merengkuh bahunya, “ibu sakit ?”. “iya nak,
aku memikirkan kalian”. Kata yg tak terlukis krna bgtu menyedihkan dgn suara
lirih dan bergetar.
……………………………………………………………………………………………………………………………
Fuieeeeeh,
cuieeeh.. bener2 yak, nulis cerita menguras energy en bikin tegang atas bawah.
Ahirnya klimax’s alias antuk, cepet bikin laperrrrrrrrrrr. ML duyu aaaagh.. “makan
lagi” mksd’a. hehehehehehe, pareeeeeng.
BULAN
MUTIARA PENAWAR RINDU
Dengan tangan bergetar, aku mengetuk pintu rumah
Bulan. Namun sebelumnya, aku merasakan ada yang aneh dengan rumah ini, tak ada
lagi bunga mawar dan melati yang dulu memenuhi halaman rumah ini. Aku ingat
betul kalau Bulan sangat menyukai mawar dan melati, karena dia yang menawan,
menarik, namun tetap waspada. Dan ia mengidentikkan dirinya dengan melati,
karena dia itu lembut dan penuh kasih sayang, itu menurutku. Namun, di halaman
rumah itu sekarang hanya ada ilalang. Bagian rumah lainnya pun sepertinya tidak
terurus.
“Assalamu’alaikum.
adik Bulan?”, berkali-kali aku mengucapkan salam. Biasanya, dulu, aku langsung
mendengar suara langkahnya setengah berlari sambil menjawab “Wa’alaikumsalam
kak”. Dia bisa langsung tahu siapa yang datang, karena dulu kami sepakat
memanggil satu sama lain dengan panggilan kakak-adik, artinya adik perempuanku.
Namun, tak
ada yang terjadi. Tetap saja sepi.
Kemudian mbah dul, kakeknya Bulan yang pernah aku ceritakan dulu, menghampiriku.
“Oh, nak kukuh ya?”
“njih mbah.”, aku segera mencium tangannya.
“Baru pulang dari Kota bandung ya?, kok pulangnya lama sekali, msti nunggu lebaran tho nak? Km sdh ktmu bapaknya bulan belum?
Kemudian mbah dul, kakeknya Bulan yang pernah aku ceritakan dulu, menghampiriku.
“Oh, nak kukuh ya?”
“njih mbah.”, aku segera mencium tangannya.
“Baru pulang dari Kota bandung ya?, kok pulangnya lama sekali, msti nunggu lebaran tho nak? Km sdh ktmu bapaknya bulan belum?
“dereng,
mbah. saya pengen ketemu sama Bulan. Bulan ke mana ya mbah?. Dari tadi kok gak
ada yang bukain pintu?”
“Oalah, nak, nak. Bulan itu sudah lama pindah dari sini smnjak bapaknya meninggal”, aku seperti tersambar petir.
“simbah gk tw, wong waktu itu Bulan sama ibunya katanya mw ke bekasi.
Aku tidak bisa melihat dengan jelas, pandanganku mulai kabur karena air mata. Dan detik berikutnya, aku sudah tidak sadar apa yang terjadi.
“Oalah, nak, nak. Bulan itu sudah lama pindah dari sini smnjak bapaknya meninggal”, aku seperti tersambar petir.
“simbah gk tw, wong waktu itu Bulan sama ibunya katanya mw ke bekasi.
Aku tidak bisa melihat dengan jelas, pandanganku mulai kabur karena air mata. Dan detik berikutnya, aku sudah tidak sadar apa yang terjadi.
……………..
“torjo.. torjo”, kata seseorang kondektur dengan suara yang keras.
“torjo.. torjo”, kata seseorang kondektur dengan suara yang keras.
Aku terlonjak
kaget, kepalaku pening sekali.
“Bangun mas, sudah sampai Kutoarjo.”, kulihat seorang bapak berseragam membangunkanku.
“Bangun mas, sudah sampai Kutoarjo.”, kulihat seorang bapak berseragam membangunkanku.
Alhamdulillah, ternyata aku hanya mimpi. Mimpi buruk yang semoga saja tidak terjadi. Dengan hati yang benar-benar tidak karuan, aku menuruni bus. Aku berjalan menelusuri timbunan aspal dengan penuh air mata. Di tengah riuh orang-orang dengan berbagai tujuan, samar-samar aku mendengar lagu klasik di telingaku. Aku menutup telingaku, apa aku mulai gila?.
Prosa kecil ini adlh cttn masa lalu, dan aku skrg mengerti
arti mimpi itu.
“kita ibarat dua garis selari, yg tak mgkn brtmu di hujung dunia manapun” (ternyata, cintamu setumpul mata pena itu !!)
“kita ibarat dua garis selari, yg tak mgkn brtmu di hujung dunia manapun” (ternyata, cintamu setumpul mata pena itu !!)
Pikiranku melayang, berputar, kemudian terhenti pada
suatu titik,
Di mana ada langkah-langkah kecil yang harus aku
lalui besok, lusa, dan hari-hari setelah itu. Kalau diingat, perjuangan memang
masih panjang. Masih banyak peluh yang harus dikorbankan, masih banyak air mata
yang harus mengalir dalam setiap harapan, dan masih banyak doa yang harus setia
dipanjatkan…
Asap knalpot yang hitam menusuk hidungku, sebentar
lagi matahari menggelincir, hari akan segera gelap tetapi tugasku belum tunai.
Bumi tua semakin berputar dengan cepatnya. Aku dan orang-orang disekitarku
terengah-engah mengejarnya. Dadaku sesak, ketakutan ini benar-benar membuatku
sedikitpun tidak ingat indahnya dunia ini….
Namun untungnya, semuanya tidaklah berjalan semakin
buruk. Ada orang-orang yang memenuhi hari-hariku dengan semangat. Untung sekali
aku disesaki dengan orang-orang yang selalu ingat dengan TuhanNya. Yang
biasanya mengingatkan aku untuk tertunduk dan mengingat kodratku kembali.
Menengadahkan tangan karena di atas sana ada Tuhan yang setia mendengar suara
hambaNya…
Sayangnya, dalam setiap hembusan nafas ini,
terkadang terselip ragu akan indahnya keputusanMu. Diri ini memang hina,
menyapaMu ketika aku membutuhkan sesuatu. Kemudian pergi ketika bahagia
merasuki diri.
.................................................................................
Offfffffff dulu sekian wktu.. jd gk karuan nulisnya,
mw nulis.. tinta otak hampir habis. Waktu terkikis habis.. udah dulu, ngaso
dulu, tdur dulu. Besok mesti kaburrr… huaaaaahhheemmzzz, antuk !
BUNGA SEDAP MALAM
MUTIARA PENAWAR RINDU
Teringat sebuah lirik lagu,”untuk sebuah nama, rindu
tak pernah pudar”. Mgkin dulu.. belum menyadari pahitnya rasa rindu, apalagi
brpikir untuk takut kehilangan dan mengerti apa arti kehilangan. Bahkan tak
trlintas brpikir utk saling manyayangi. Tapi, masih saja ku meyakini bahwa
cintamu melebihi asap yg setia kepada bara api, sprti lautan yg setia terhadap
rasa asin. Sperti bayangan yg yang selalu ada bagi tuannya. Sangat disayangkan sekali,
“cinta tak memihakku”.. apa mgkin aku trlalu prcaya sgla rintihanmu? Ap aku yg
terlalu berharap padamu. Mgkn jawabannya adalah “keAajaiban”.
Aku sendiri mencumbui gelisah, ku duduki teras rumah
kurasakan ada yang menggerayangi aku, siapa lagi kalo bukan udara dingin dan
keresahan. Ya maklum saja si mentari sudah berlalu dari sorotan mataku, di
ikuti aroma jingga langit dan semaikin kelam. Sedikit aku menggerutu “ngapain
aku disini ?”. menunggu barangkali ada malaikat yang meronda di pelataran rumahku,
dan aku ingin memesan bidadari syurga utk skdr menemaniku mungkin.. rasanya
nyaman juga diam termangu. Dan aku spertinya semakin lama semakin betah saja.
Mataku terus bergerak, melirik kesamping kanan kiri, kebelakang.
Clingak-clinguk sprit orang hilang, sprti ada yang mengawasiku dari tadi.
Kembali kutolah toleh kiri kanan sprti tdak ada siapa2. swktu menoleh keatas..
O, ternyata kamu to? Ada sang bulan yang mengintaiku di balik mendung yang
pekat. Kembali termangu aku menatapnya, bibirku merekah perlahan2 tersenyu
sprti orang gila, atau emang aku sudah gila. (beuh) org gila memang seribu pola
rupanya.. ada yang gila kecil, gila besar, atau sekedar gila-gila saja. Upzzz..
jangan bilang aku ini apa?.
Rembulan begitu sadis, tersenyum dan menghilang.
Hanya menimbulkan kekecewaan. “kenapa begtu cepat kau menghilang karna
mendung?” seandainya ada malaikat yang menghampiriku, serta menggapaiku dan
mengajakku pergi dari kesengsaraan ini. Datangnya Langit malam yang padam,
menjemput dengan jutaan rasa rindu yang mencabik-cabik
tulang rusukku. Mengoyak luka yang dulu hilang berganti perih yang teramat
sangat. Kaki ini masih menginjak pusara rindu yang teramat dalam padamu..
bulan. Berharap kau dating memelukku, menyentuh lembut dadaku sprti saat yg
kita lakukan dulu. Ketika itu Seakan kau mendengar degup jantungku, yang
bernada rindu.
“Setiap catatan rindu, itulah namamu”. Tentangmu, ku
ukir dalam jeratan rasa rindu, namun semua telah mengandung kata luka, semua
mengerang rasa duka, smw yang meruangkan kata asa, smw kata yang mengandung
percuma. Mski smw masih trcampur simpul asmara yang terpendam. Bukankah kita
prnah berspakat kan menyangga bersama, bukankah dgn bersama jauh akan lebih
ringan dan lebih baik daripada sndir? Itulah mengapa tercipta tulisan ini,
sehingga kau mengerti.
Mgkin kau telah memahami sesuatu yang tk pernah aku
bisa mengerti, “aku tak pantas utkmu” bgtu katamu. Tak pantas kah aku mksdmu?
Krna kau lahir dari keluarga yg mampu. Sdgkn aku tak pantas utkmu krna srba
kekurangan dlam hidupku. Ea.. skdr basa-basi yang memang terlalu basi aku telan
mgkin. Kelebihan dan kekurangan, isi mengisi dan melengkapi. Tp ini bukanlah
dalih tuk mcari simpati. Kelemahan dan kekuatan, bagiku kelemahan adalah
kekuatan. Itu kunci utk bs menapakkn kaki di atas langit. Tapi jangan pernah
berharap dan berfikir, di langit masih ada ruang utk kau menghembuskan nafasmu!!
Jika itu dalihmu “aku tak pantas untukmu”. Aku tahu, kau ingin mcri yang lebih
itu saja sudah cukup dengan tanpa prlu bermain perasaann.
Angin malam sprti jarum yang menusuk tulang
belulang, terasa ngelu kaku sampai ubun2 kepalaku. Justru angin malam yang
mengajakku berjalan2 menelusuri perkebunan singkong belakang rumah. Di situ ku
melihat tanaman bunga sedap malam yang sedikit membetoti isi kepalaku. Begitu
seminya bunga itu di malam hari, bukankah bunga tidak akan tumbuh dalam dalam
kegelapan? Aku sadar, bahwa ini bukanlah kegelapan. Ternyata cinta yang selama
ini aki tabur adalah salah. Maka jika benar maka saat cinta itu bersemi ttak
akan ada yang mampu menghalangi.
…………………………………………………………………………………………………………………………….ZJHFKAASAWQERFWZXXZADFFAPASOASDFJGLBNQW,
waduuuuuch…..!!! Gmna nie, jariku masih betah manari2 mmengikuti iirama hati.
Mw gmn lgi player di otak lg trouble gieniee..(sbnr’a ud darie doeloe kaleee).
mgkin dgn bersntai sejenak menikmati secangkir kopi kembali muncul inspirasi.. S.R.U.F.U.U.U.U.U.U.T,,,
EACH !!. mantab coffe’a..
Ngemeng2 soal koffie, pahit namun nikmat. Jdi ke
inget lagi nie tulisanku ea.. kira2 3 tahun baheulak lagh, sama kopi juga
wacananya. End ada tapinya lho.. tapi kopi itu ku sajikan kpda someone, sebut
saja “bulan”. Mw tw racikannya ? okre degh nie :
terima
kasihlah,
telah sudi
minum kopiku.
tahukah kau,
kopi* ini ku tanam sendiri
benihnya ku pilih dari tujuh ladang**
ku semai tujuh purnama
ku sirami air dari tujuh kali***
ku tuai dengan tujuh basmalah (hajat).
============
telah sudi
minum kopiku.
tahukah kau,
kopi* ini ku tanam sendiri
benihnya ku pilih dari tujuh ladang**
ku semai tujuh purnama
ku sirami air dari tujuh kali***
ku tuai dengan tujuh basmalah (hajat).
============
maaflah
jika kopi ini terlalu pahit,
namun perjuangan ini,
lebih pahit.
jika kopi ini terlalu pahit,
namun perjuangan ini,
lebih pahit.
hemmmm.. apes bener yah nasib gw yak? Mw bahas nie
gk ea.. males bgt kyak’a dech.
Langganan:
Komentar (Atom)
